Pages

Apa yang di Lakukan Rindu Setelah Pertemuan?

Acuh mu kembali, sakit ku terasa lagi
Kali ini, bukan hanya sekali, tapi bertubi tubi
Jelaskan padaku! Bagaimana kerja rasa sakit mempengaruhi akal sehat? Membuat aku mengambil keputusan yang bahkan tidak aku inginkan
Aku pernah katakan ini kepada mu "aku tidak akan pernah siap meninggalkan mu". (Kecuali jika memang kamu yang memutuskan untuk pergi)
Banyak penjelasan yang ingin aku utarakan, banyak air mata yang ingin aku tumpahkan.
Apa yang bisa mahluk lemah seperti aku lakukan? Berlari menahan pedih?
Masihkah kamu mau menjadi pendengar yang baik sekali lagi? Selagi aku masih mampu menatap wajahmu.
Inikah yang rindu lakukan setelah pertemuan?
Menimbulkan rasa tak ingin kehilangan yang begitu sampai aku biarkan berbuat sekehendakmu.
Kemana peduli mu pergi?
Apa rasa itu terkikis oleh pelukan orang lain?
Bentuk sabar seperti apa lagi yang harus aku berikan?
Rindu ternyata tak selalu nikmat, ada sakit tak terlihat.
Ketakutanku terjadi, pembicaraan tak berarah kesukaan ku tak ada lagi, cerita keseharian mu tak terdengar lagi.
Aku merindukan beberapa tahun lalu, tepat saat aku pertama kali mendengar suara mu, perasaan tak terdefinisikan itu, tak lagi terasa.
Aku merindukan awal Bulan Juni lalu, kamu mengembalikan suasana pada tahun tahun lalu, kemudian kamu pergi (lagi) lebih lama dari sebelumnya.
Bukan aku tak ingin mencari, aku hanya tak lagi mau meneteskan air mata saat mendengar kesalmu padaku.
Aku memalukan, tak berkaca pada apa yang sudah aku lakukan dan meminta mu tetap tinggal.
Tinggal lah, sampai kamu tak mau lagi menetap.

Untuk

Menatap hangat dari balik kaca mika segi empat "aku akan kembali" katanya sambil mengelus pipi kanan ku yang kering seakan dia tau akan ada air mata yang jatuh.
Tatapannya seakan mengatakan "tenang, sayang ini bukan akhir dari pertemuan kita"
Ya, masih banyak rindu lain yang menuntut dipertemukan.
Langkah kakinya berat mengucapkan kalimat pisah "hati hati di jalan" kata ku dalam hati menahan tangis.
Sialnya, semakin aku menahan air mata semakin tak tertahan tepat setelah aku membalikan badan mencoba untuk tidak melihat kamu yang semakin jauh.
Penyesalan mengingatkan tentang kenapa aku tidak memelukmu lebih lama agar rindu ku terpuaskan?
Tidak, rindu ku tak pernah puas kepada mu.
Rasanya, ingin aku memaksa untuk kamu tetap tinggal.
Ternyata, jaraklah yang menang kembali membawa mu ke ratusan kilometer jauhnya.

Untitled

Jika aku bisa mengendalikan takdir, aku akan membiarkan pembicaraan malam itu berlalu tak berlanjut andai sejak itu aku tahu bahwa sang maha pemilik restu tidak mengizinkan kamu hadir dalam kelanjutan hidupku.
Supaya aku tidak mengenal tersiksanya melupakan setiap gaduh malam karna teriakan rindu.
Agar aku tidak bertemu dengan kecewa ketika harus memisahkan hati yang sudah terlanjur tak ingin mencari urat nadi yang lain.
Dan aku tak mau tersesat dalam kesulitan meninggalkan kebahagiaan saat tengah malah menatap layar persegi panjang dimana ada kamu di dalamnya.
Aku juga tak ingin kembali mengulang perihnya kepergian kamu.
Jika aku adalah waktu, aku tidak akan membiarkan kamu berlalu begitu saja, aku akan menghentikan setiap detik yang pernah kita lalui agar kamu tetap, diam, tinggal tak bergerak, hanya bersama ku, detik yang ada di waktu mu.
Jika aku sang maha merestui, jelas, aku akan merestui kita. Hanya saja kuasa ku sangat terbatas apalagi untuk mengendalikan waktu, restu, dan malam itu.

Rindu

Anggap aku adalah sang pemilik rindu dan kamu yang aku rindu kan.
Rindu datang dari arah kenangan menuju ingatan. Pernahkah kamu memikirkan bagaimana cara kerja rindu membuat aroma parfum bisa mengingatkan aku akan hangatnya pelukan kamu?
Atau, bagaimana rindu bisa membuat wajahmu selalu hadir disela laporan ku pada sang pencipta?
Kepada alas tempat kamu mensujudkan kepala aku iri. Dia kamu datangi setiap waktunya memanggil, Dia kewajiban yang tidak pernah berani kamu tinggalkan. Sedangkan aku, orang yang sering tidak hadir dalam rindumu.
Rindu secanggih itu. Meresahkan juga menenangkan jika kamu yang hadir.
Jika rindu harus berbayar pertemuan, bagaimana jika aku meminta bayaran lain? Memiliki kamu selamanya, misalnya?
Bukan tentang berbalas atau tidak. Rindu adalah tentang kamu yang sering hadir namun tak berwujud.
Sekarang bagaimana jika kamu adalah sang pemilik rindu dan aku adalah yang kamu rindukan?
Kepada kamu yang aku rindukan, tak berpengaruh kamu menjauh atau mendekat. Rinduku tak berbatas, saat bertemu sekalipun.

Januari;rindu

Jika aku mengingat awal pertemuan kita di sebuah situs sekitar dua tahun lalu, aku selalu mengingat setiap perasaan yang membumbui setiap pesan yang aku terima dan aku kirim dari dan kepadamu.
Siapa sangka, pertemuan yang "iseng" itu memiliki cerita sepanjang ini? Cerita tentang dua orang yang selalu bertemu tidak pada saat yang tepat.
Bukan sekali aku menerima pesan "gue tuh sayang tau sama lo, beb". Bukan sekali juga aku tersipu tak dapat berbicara saat membacanya, hanya saja saat itu kamu masih memiliki dia, entah siapa, yang pasti dia yang ada di hatimu selain aku.
Aku lupa kapan terjadi, tapi pada saat yang sangat kurang tepat, kamu menceritakan bahwa kamu baru saja memenangkan hatinya, Tuhaaaaan.. Aku senang saat kamu senang, hanya saja ada yang menyumbat di perasaan dan terasa sesak.
Waktu berganti, takdir kembali mempertemukan kita lagi di jejaring sosial, bahkan aku lupa kapan terakhir aku berkirim pesan denganmu. Kamu menanyakan kabar dan menceritakan kerinduan. Ahh.. Tak perlu kamu tanyakan lagi, rindu ku sudah menggunung tak terbendung. Masih, cerita - cerita absurd yang kamu sampaikan, meskipun begitu aku masih tertarik padamu persis seperti awal kita berbincang di situs itu.
Bagaimana hatimu? Masihkah dimilikinya? Beberapa waktu lalu, aku membaca kiriman - kirimanmu menyampaikan kerinduan berbahasa asing dan menandai sebuah nama cantik. Aku sudah tidak merasa aneh dengan sesak yang aku rasakan, justru akan terlihat aneh jika aku menyampaikan cemburu ku padamu, sedangkan aku bukan orang yang berhak mencemburui rindu mu padanya.
Singkat cerita, aku mendapat kabar baik! Pertanyaan ku terjawab dengan pertanyaan "ripki, lu mau enggak jadi pacar gua?". Sial! Yang muncul justru ketakutan, karena kejadian sebelumnya tidak semulus ekspektasi malah memperkeruh jarak. Apalagi, selama ini jarak kita lebih dari 700 km. Aku takut percakapan absurd yang menyenangkan selama ini berubah membosankan.
Berganti bulan, komunikasi kita masih berjalan baik, meskipun aku mulai resah kamu mulai sering tidak membalas pesan ku, semakin lama aku belajar untuk mengerti waktumu, meskipun kadang aku bergumam "dulu, kita sering menertawakan malam yang iri akan keakraban kita, tapi kenapa sekarang kamu begitu sulit untuk sekedar meredakan khawatir ku?".
Gumaman hanyalah gumaman, pikiran yang kadang seharusnya tidak perlu. Bodohnya, aku berulang kali memikirkan hal yang sama.
"Kemungkinan terburuk kadang perlu di pikirkan". Aku bangun dari lamun ku, tiba - tiba terdengar kalimat itu keluar dari bibir salah satu mas-mas yang sedang menyeruput minuman berwarna hitam pekat, dimana aku berada ditengah gerombolan mereka. Aku kembali pada lamunan ku tentang mu yang sudah mulai melonggarkan keakraban perbincangan kita, apa yang sedang kamu lakukan? Sedang berjuang memotong jarak kitakah? Bahkan di hari kamu berjanji untuk menemui aku pun kamu masih tidak dapat aku cari dalam pesan masuk ku, kecewa ini hampir tiba di puncaknya, sampai kamu akhirnya muncul di pemberitahuan ponsel ku, sedikit melegakan keresahan ku, walaupun aku kecewa karena seharusnya saat ini aku sudah memeluk mu erat, bukan lagi hanya bayang mu! Bendungan ku runtuh, air mataku jatuh. Beruntung kamu adalah ahli membuatku mencintai cara mu mengembalikan senyum ku. Sampai terulang kejadian yang sama di berapa bulan kemudian, aku masih mencintaimu seperti sebelumnya.
Kesalahanku, aku terlalu cepat percaya pada orang lain dan menceritakan galau ku akan kamu. Sehingga ada saja orang yang mencari celah kerenggangan aku dan kamu.
Di hari ulang tahun ku, bukan kamu yang mengantarkan aku kue dengan gambar karakter kesukaanku di atasnya disertai lilin romantis. Bukan kamu yang memberikan aku kado sepatu yang aku dambakan. Bukan kamu juga yang menghiasi lantai dengan pasir bertuliskan namaku dihiasi lilin sederhana di sekitarnya.
Kenapa semua ini dilakukan justru oleh orang yang bahkan belum genap satu tahun mengenalku? Kenapa bukan kamu? Yang mengaku menyayangi ku.
Kebahagiaan bersanding kecewa dalam satu malam. Apa yang bisa aku lakukan jika begini? Membayangkan bahwa dia yang melakukan ini adalah kamu? Bukankah itu terlalu jahat? Aku mencoba menepis pikiran keruh itu, aku ganti dengan kalimat sayang mu.
Tak bisa dipungkiri, pikiran buruk selalu mampir di kepala yang selalu merindukan wujud mu.
Tak terasa, aku bertemu dengan Januari ke tiga setelah percakapan di Januari pertama kita. Aku merindukan Januari yang penuh tawa setiap malamnya, Januari yang penuh kalimat sayang mu, Januari yang penuh teguran Ibu setiap tengah malam karena gaduh nya kamar ku dengan suara kerinduan. Aku rindu menyandarkan tangis ku di tenang nya suara mu.